A. Latar Belakang
Perairan Selat Bali mempunyai luas sekitar 960 mil2 dengan potensi maksimum lestari 46.400 ton per tahun, dengan basis utama di perairan Muncar yang sangat potensial. Sumberdaya perikanan di Muncar adalah jenis ikan demersal maupun ikan-ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis penting seperti Cakalang, Tuna, Tongkol, Layang, Lemuru, Cumi-cumi, dan lain-lain. Namun yang utama adalah ikan lemuru (Sardinella longiceps) dengan hasil tangkapan lebih dari 70% dari total produksi penangkapan di Muncar.
Peningkatan hasil tangkapan ikan di Muncar sempat terjadi pada tahun 1998, sejalan dengan meningkatnya harga ikan karena pengaruh krisis moneter. Namun bila dilihat dari potensi penangkapan maksimum lestari sekitar 25.256 ton per tahun, sementara hasil produksi penangkapannya sebesar 26.125,048 ton per tahun, maka pemanfaatannya mencapai 103,44 % dan dinyatakan sudah sangat padat tangkap.
Di lain sisi, dari sekian banyak wilayah pesisir di Indonesia, Pesisir Muncar yang berada di Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur langsung ditunjuk oleh Pemerintah Pusat sebagai Kawasan Minapolitan, karena Muncar yang berada 45 km selatan ibukota Kabupaten Banyuwangj memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup tinggi dengan kondisi yang ada.
Padahal dengan kondisi Perairan Selat bali saat ini yang mengalami over fishing, sedangkan di tahun 2015 mendatang Pemerintah Pusat mentargetkan produksi perikanan tangkap harus mencapai 12 juta ton per tahun, maka hal ini menjadi tantangan bagi semua pihak agar Muncar menjadi kawasan produksi perikanan terbesar di dunia.
Untuk bisa mewujudkan mimpi selama ini, menjadikan Muncar sebagai kota perikanan dengan produksi terbesar di dunia tidaklah mudah, karena ada beberapa hal yang perlu menjadikan perhatian semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat, karena ada beberapa tantangan serta permasalahan yang menjadi kendala selama ini dalam mengembangkan kawasan Muncar.
Sebagian besar produksi ikan pelagis hasil tangkapan di Muncar diproses atau diolah kembali di daerah tersebut, kondisi ini menunjukkan sudah berkembangnya kegiatan agro-industri pengolahan ikan hasil tangkapan ikan seperti industri pengalengan, tepung ikan, minyak ikan, pindang, gaplek dan kerupuk ikan, dan itu semua telah menyerap tenaga kerja cukup tinggi. Hal tersebut akan menjadi masalah jika suatu saat ikan-ikan pelagis hasil tangkapan sebagai sumber bahan mentah mengalami penurunan.
Pada saat krisis moneter terjadi peningkatan total hasil tangkapan, dan bersamaan juga terjadi kenaikkan harga ikan, sehingga penerimaan nelayan meningkat secara keseluruhan. Kondisi ini juga disebabkan tekanan ekonomi membuat nelayan meningkatkan effort untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan yang lebih tinggi. Kedua hal tersebut mengakibatkan meningkatnya usaha nelayan untuk melakukan usaha penagkapan.
Sejak tahun 2000 peningkatan jumlah alat tangkap untuk menangkap ikan-ikan pelagis semakin banyak, bahkan para pedagang mengundang nelayan Tuban untuk andon ke Muncar. Hal tersebut membuat semakin meningkatnya tekanan penangkapan ikan di Muncar. Tekanan terhadap sumberdaya yang berlebihan dalam waktu singkat mengakibatkan turunnya jumlah stok ikan yang terlihat dari indikasi penurunan hasil tangkap. Jika kondisi ini bertahan cukup lama, maka fluktuasi hasil tangkap akan berdampak luas pada kehidupan ekonomi penduduk Muncar (sekitar 45.000 jiwa diantaranya keluarga nelayan).
Melihat kondisi Muncar yang demikian dan tuntutan pemerintah yang mengharuskan Muncar bisa menjadi kawasan Minapolitan khususnya perikanan tangkap dengan produksi ikan yang besar. Maka perlu dilakukan langkah mengenai potensi ikan-ikan pelagis di Muncar yang nantinya bisa dikembangkan dengan kesesuaian alat tangkap yang beroperasi.
B. Manfaat bagi Pembangunan Daerah
1. Bahan pertimbangan bagi kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di Muncar Kabupaten Banyuwangi,
2. Bahan informasi untuk pengembangan perikanan tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan khususnya perikanan pelagis di Muncar Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur.
C. Action Plan
àMenentukan teknologi penangkapan ikan pelagis yang berkelanjutan. efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan di Muncar Kabupaten Banyuwangi. Selanjutnya, langkah konkrit yang dilakukan yaitu:
a. Penetapan pengalokasian jumlah unit alat penangkapan ikan pelagis yang optimum,
b. Menganalisis kelayakan usaha yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha dari alat tangkap yang terpilih,
c. Analisa SWAT, yang bertujuan untuk menentukan strategi pengembangan alat tangkap yang terpilih.
Dari ketiga langkah tersebut, hasil akhir yang diharapkan dapat ditentukan jumlah alat tangkap yang sesuai untuk menangkap jenis-jenis ikan Pelagis berdasarkan kondisi SDI Pelagis, salah satunya dilihat dari nelayan mendaratkan ikan-ikan hasil tangkapannya.
Selain itu, juga bisa dihitung alat tangkap mana yang bisa menghasilkan nilai ekonomis rupiah yang lebih menguntungkan bagi nelayan, baik itu dari sisi produksi, operasional sampai harga jual jenis ikan hasil tangkapan.
Apabila dari sisi kesesuaian alat tangkap dan nilai ekonomis serta keramahan lingkungan yang ada sudah diperoleh alat tangkap mana yang paling efektif dan efisien, maka bisa menentukan berapa jumlah alat tangkap yang sesuai tersebut untuk dilakukan pengembangan serta pembatasan jumlahnya.
Namun demikian, ada hasil akhir lain yang diharapkan diantaranya mengarah pada peralihan fishing ground menuju wilayah ZEEI, serta peningkatan fasilitas sarana dan prasarana perikanan. Karena hal tersebut bisa menjadi penunjang dalam meningkatkan produksi perikanan di Muncar sehingga menjadi produksi perikanan tangkap terbesar di dunia.